Resensi Buku : Inspirasi dari Perempuan di Destinasi Pariwisata Indonesia

Judul buku         : Inspirasi dari Perempuan di Destinasi Pariwisata Indonesia

Penulis                : Fitri Ratna Irmalasari

Penerbit              : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 

Tahun terbit        : 2024

Tebal Buku          : 219 Halaman

ISBN                    : 978-602-6551-49-8

Pendahuluan

Dalam beberapa dekade terakhir, perempuan telah memainkan peran yang penting dalam sektor pariwisata. Tidak hanya menantang stereotip gender, mereka menjadi pengelola bisnis pariwisata, berperan sebagai agen perubahan, pengembangan destinasi, dan pemberdayaan komunitas lokal. Buku “Inspirasi dari Perempuan di Destinasi Pariwisata Indonesia” yang diinisiasi oleh Sekretaris Kemenparekraf, Ni Wayan Giri Adnyani, merupakan karya Fitri Ratna Irmalasari yang menceritakan kisah sepuluh perempuan hebat dari berbagai daerah di Indonesia. Buku ini menampilkan peran penting mereka dalam memajukan pariwisata berkelanjutan melalui berbagai aspek seperti ekonomi, pelestarian budaya, rehabilitasi lingkungan, pemberdayaan komunitas, dan promosi destinasi wisata. Menurut Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, perempuan tidak hanya menjadi penggerak tetapi juga pembentuk masa depan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. 

Sepuluh perempuan dalam buku “Inspirasi dari Perempuan di Destinasi Pariwisata Indonesia” yaitu Mursida (Desa Wisata Liya Togo, Kabupaten Wakatobi), Mitshi Wanma (Aimas, Kabupaten Sorong), Nadya Tirta (Pulau Weh, Kota Sabang), Asty Susanty (Desa Wisata Waerebo, Kabupaten Manggarai), Titin Riyadiningsih (Desa Wisata Sumberbulu, Kabupaten Karanganyar), Cindy Shandoval (Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak), Elizabeth Yani Tararubi (Liang Ndara, Kabupaten Manggarai Barat), Yustina Peni Rahayu (Desa Wisata Tembi, Kabupaten Bantul), Mahariah (Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu), dan Siti Rukiyah (Kampung Baru, Penajam Pasar Utara) menggambarkan peran mereka secara jelas dan menunjukkan bagaimana mereka membawa dampak besar pada pariwisata di destinasinya.

Mursida (Desa Wisata Liya Togo)

Wakatobi tak hanya terkenal akan wisata lautnya. Di Desa Liya Togo, Mursida memimpin kelompok pengelola wisata (Keppo’oli) yang mengintegrasikan wisata bahari dengan budaya lokal. Meski awalnya berpengetahuan terbatas, kelompok ini berhasil membentuk berbagai kelompok pendukung pariwisata, dari pemandu hingga pengrajin. Sejak peluncuran program desa wisata pada April 2017 melalui Pesta Budaya Mangania, Desa Liya Togo kini menjadi satu-satunya desa wisata di Sulawesi Tenggara yang masuk 50 besar Desa Wisata Terbaik.

Mitshi Wanma (Aimas)

Mama Mitshi, perempuan suku Biak dari Pulau Doom, memanfaatkan peluang dari wisatawan yang transit ke Raja Ampat di Sorong. Awalnya mengelola toko cendera mata, namun gulung tikar saat pandemi. Terinspirasi oleh permintaan wisatawan akan  pertunjukan budaya Papua, ia mendirikan Rumah Etnik Papua (REP) dengan dana pinjaman bank. REP kini memiliki dua rumah adat Honai dan Kaki Seribu dan telah berkembang dari 3 menjadi 12 pegawai, dengan mayoritas berasal dari penduduk lokal Papua.

Nadya Tirta (Pulau Weh)

Nadya Tirta, putri seorang penyelam dan aktivis lingkungan Mahyiddin “Dodent,” tumbuh dekat dengan laut. Ayahnya mendirikan Yayasan Coral Oasis yang fokus pada pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati di pesisir pantai sekitar Pulau Weh (Sabang). Sejak 2019, Nadya aktif di yayasan, menyadari tantangan seperti pemanasan global, pariwisata tak ramah lingkungan, dan pengelolaan sampah. Ia pun memimpin Gerakan Penyelamatan Perairan Sabang dengan aksi nyata seperti penanaman mangrove, pembersihan pantai, transplantasi terumbu, dan edukasi masyarakat melalui media sosial.

Astya Susanty (Kampung Adat Waerebo)

Sejak pariwisata Waerebo mendunia, kopi lokalnya ikut dikenal luas. Mama Asty dan perempuan Waerebo memanfaatkan peluang ini dengan memproduksi kopi sebagai cendera mata dan terbukti berhasil meningkatkan penjualan dan pendapatan keluarga. Layanan wisata Waerebo dikelola oleh Lembaga Pelestari Budaya Waerebo (LPBW), yang terdiri dari 86 perempuan dalam 8 kelompok dimana Mama Asty bergabung sejak 2011. Mama Asty memimpin kelompok kopi souvenir yang dibentuk pada 2013. Dengan dukungan program INFEST dan CREATED dari INDECON (2013-2019), mereka mengolah mengemas kopi untuk cenderamata yang sangat diminati. Kini, jumlah anggota kelompok ini bertambah dari 18 menjadi 32 orang.

Titin Riyadiningsih (Desa Wisata Sumberbulu)

Titin Riyadiningsih berhasil mengembangkan Desa Wisata Sumberbulu yang terletak di lereng Gunung Lawu menjadi salah satu desa wisata terbaik di Jawa Tengah. Melalui pembentukan POKDARWIS pada 2018, desa ini meraih berbagai penghargaan bergengsi termasuk Juara Pertama Desa Wisata Binaan Perguruan Tinggi (2019), Anugerah Desa Wisata Indonesia (2021), dan masuk dalam 50 besar Desa Wisata Terbaik serta memperoleh Sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan dari Kemenparekraf. Meski menghadapi tantangan pandemi, desa ini bangkit kembali dengan mengembangkan produk batik tulis bermotif empon-empon dan mendirikan Sadajiwa Company untuk memasarkan produk-produk lokal masyarakat Sumberbulu.

Cindy Shandoval (Siak Sri Indrapura)

Cindy Shandoval, lulusan Arkeologi UGM tahun 2016, mendedikasikan dirinya untuk melestarikan warisan budaya Siak melalui berbagai inisiatif. Ia mendirikan komunitas Heritage Hero yang memiliki 48 sukarelawan untuk mempromosikan budaya Melayu, serta mendirikan Skelas (Sentral Kreatif Siak) yang dipercaya pemerintah daerah untuk membuat konsep acara peringatan hari jadi Siak dengan kegiatan jelajah kota secara virtual. Pada 2022, ia juga mendirikan Pinaloka, sebuah usaha yang membantu ibu-ibu lokal dalam memasarkan produk olahan nanas mereka.

Elizabeth Yani Tararubi (Liang Ndara)

Elizabeth Yani Tararubi mendirikan Dapur Tara pada tahun 2019 untuk memperkenalkan kuliner dan budaya Flores, menyajikan berbagai makanan khas seperti nasi kolo dan hang laka. Selain itu, ia juga mendirikan Sekolah Alam dan PAUD yang fokus pada pendidikan karakter dan budaya, serta mendirikan Sten Lodge Eco-Homestay di Liang Ndara untuk mempromosikan gaya hidup masyarakat Flores namun, ia tidak hanya mempromosikan budaya Flores tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal dengan menciptakan lapangan kerja.

Yustina Peni Rahayu (Desa Wisata Tembi)

Yustina Peni Rahayu (Bu Peni) menemukan passion barunya dalam seni ecoprint setelah mengikuti pelatihan pada 2019 di Desa Tembi. Selama pandemi, ia memanfaatkan waktu untuk mengembangkan keterampilan melalui kursus daring dan berhasil memproduksi masker yang laris di pasaran. Pada 2022, ia mendirikan Tembindigo sebagai UMKM guna mendukung kegiatan ecoprint mereka yang kini memiliki tiga unit: edukasi, produksi, dan galeri, sehingga berhasil menggerakkan perekonomian desa melalui produk fesyen ramah lingkungan.

Mahariah Sander (Pulau Pramuka)

Mahariah Sander memulai karirnya dalam konservasi lingkungan pada 2006 sebagai pemimpin Lembaga Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP). Menghadapi tantangan sampah dan banjir, ia mendirikan Rumah Hijau pada 2012 untuk memberdayakan perempuan dalam pengolahan sampah menjadi kompos dan mendaur ulangnya menjadi produk bernilai ekonomi.  Pada 2018, ia mengembangkan inisiatifnya menjadi Yayasan Rumah Literasi Hijau dan berhasil membawa Pulau Pramuka meraih penghargaan Kampung Iklim. Atas dedikasinya dalam pelestarian lingkungan, ia menerima penghargaan dari Presiden RI pada 2017.

Siti Rukiyah (Kampung Baru)

Siti Rukiyah memimpin Kelompok Usaha Wanita (KUW) Bina Bersama yang berdiri pada Desember 2002 di Desa Kampung Baru, Penajam Paser Utara. Berawal dari kelompok simpan pinjam, di bawah kepemimpinannya kelompok ini berhasil melakukan konservasi mangrove sejak 2004, mengubah lahan kritis menjadi area hijau yang subur. KUW tidak hanya fokus pada konservasi, tetapi juga mengembangkan produk olahan mangrove seperti cendol dan mendirikan koperasi untuk memberdayakan ibu-ibu setempat. Atas upayanya, kelompok ini meraih penghargaan KALPATARU kategori KUW dari KLHK pada 2020.

Kelebihan:

Buku ini menyoroti peran perempuan dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif dari berbagai wilayah di Indonesia, menghadirkan kisah inspiratif yang jarang terungkap. Menampilkan sepuluh kisah perempuan dari berbagai daerah dengan latar belakang dan kontribusi yang berbeda, mulai dari konservasi lingkungan hingga pengembangan pariwisata berbasis budaya. Setiap tokoh memperlihatkan solusi inovatif untuk tantangan di wilayahnya, seperti pengolahan produk lokal, pelestarian budaya, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan. Di samping itu, buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang santai, dan beberapa istilah lokal diterjemahkan dengan cara yang mudah dimengerti. Cover buku ini juga sangat menarik, disajikan dengan gambar, serta setiap tokoh memiliki alur perjalanan yang dibuat dalam bentuk bagan sehingga lebih ringkas dan menambah keistimewaan buku ini, serta membuat setiap pembaca tidak merasa jenuh.

Kekurangan:

Pada bagian bagan mengenai perjalanan tokoh, di mana beberapa detail yang ditampilkan tidak dijelaskan secara mendalam di narasi.

Kesimpulan:

Buku Inspirasi dari Perempuan di Destinasi Pariwisata Indonesia merupakan sebuah karya inspiratif yang layak diapresiasi, karena berhasil menggambarkan peran penting perempuan sebagai pelopor dalam industri pariwisata berkelanjutan. Dengan menyoroti dedikasi, inovasi, dan pemberdayaan, buku ini tidak hanya menginspirasi pembaca untuk mendukung pelestarian nilai-nilai lokal, tetapi juga memotivasi perempuan lain untuk berkontribusi dalam pengembangan pariwisata daerah. Selain itu, buku ini menjadi referensi berharga bagi pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat umum dalam menghargai dan mendukung kontribusi perempuan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Add a Comment

Your email address will not be published.